Keberadaan pandemi COVID-19 yang tak kunjung teratasi, tentu memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Khususnya bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah sebagaimana yang dirasakan oleh Ibu-ibu rumah tangga yang ada di Dusun Bantarsari, Desa Awiluar, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis. Beberapa di antaranya ada yang kesehariannya hanya mengandalkan penghasilan suami sebagai buruh, kuli bangunan, dan wiraswasta. Ketika adanya pandemi COVID-19 pendapatan rumah tangganya menjadi terhambat karena sebagiannya ada yang diputuskerjakan maupun diberhentikan sementara dari tempat kerjanya. Adapula sebagian ibu rumah tangga yang masih memanfaatkan kerja serabutan, memanfaatkan lahan pertanian, bahkan ada di antaranya yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sehingga, secara ekonomi mereka benar-benar merasakan sulitnya beradaptasi di tengah himpitan pandemi COVID-19.

Terhambatnya penghasilan di tengah pandemi, akhirnya memberikan imbas pada ketidakmampuan ibu rumah tangga tersebut dalam menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Hingga kemudian sebagian dari mereka ada yang memanfaatkan akses pinjaman, baik itu pinjaman online maupun pinjaman dari rentenir, bank emok, dan pinjaman berbasis bunga sejenis lainnya. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Eva (29 tahun)  salah satu ibu rumah tangga yang ada di Dusun Bantarsari, yang merasakan dampak langsung dari keberadaan pandemi. Menurutnya satu-satunya alternatif yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam situasi saat ini, hanyalah melalui akses pinjaman tersebut. Walaupun pinjaman yang ditawarkan seiring dengan besaran bunga yang cukup tinggi, terpaksa harus menjadi pilihan demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari.

Lain halnya dengan mereka yang sempat terjerat dengan pinjaman online ilegal. Tidak hanya resiko bunga yang tinggi saja yang dirasakan, melainkan banyak korban pinjol ilegal yang merasa dirugikan dengan cara penagihan yang tidak manusiawi, dengan cara penipuan, penyebaran data pribadi, dan akhirnya berujung pada penyesalan.

 

Dokumentasi: Wawancara Ibu Rumah Tangga Korban Pinjol Ilegal

Seperti yang dituturkan oleh Ibu rumah tangga yang berinisial DF (27 tahun) yang merupakan warga Dusun Bantarsari, dan salah satu korban yang pernah terjerat dengan pinjaman online ilegal,

“Awalnya saya hanya coba-coba, karena tidak tahu pinjol yang aman itu bagaimana. Akhirnya saya klik link dan aplikasi yang muncul di handphone. Namun ketika sudah diklik ternyata besar nominal pinjaman yang harus dikembalikan jauh lebih besar dari yang tertera sebelumnya, dan itu terus berlipat-lipat sampai nominalnya menjadi Rp. 60 juta. Saya bisa dikatakan hampir mati saat itu, karena selain diperas secara materi, saya juga ditekan secara mental, dimaki dan data pribadi saya disebarkan padahal awalnya saya hanya iseng dam coba-coba saja.”

Berdasarkan kasus di atas ini bisa ditarik kesimpulan bahwa bukan karena faktor ekonomi masyarakat saja yang kemudian mempengaruhi keputusan masyarakat, untuk memilih pinjaman online ilegal sebagai alternatif akses pinjaman, melainkan faktor literasi mengenai inklusi keuangan di masyarakat yang masih minim, menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Betapa penting kewaspadaan masyarakat dalam memilih akses pinjaman yang aman dan sesuai syariah, terlebih di era teknologi saat ini. Banyak oknum pinjaman online ilegal yang tengah memanfaatkan kondisi masyarakat, yang notabenenya literasi inklusi keuangan mereka masih sangat rendah. Sehingga membuka kesempatan bagi oknum pinjaman berkedok penipuan untuk semakin menjamur di pelosok desa. Rentenir kelas digital atau pinjol ilegal ini tidak lain hadir karena adanya kemudahan pintu teknologi, dan tentu karena adanya kesempatan dan kesempitan, baik itu kesempitan ekonomi, kesempitan cara berpikir, dan kesempitan wawasan.

Kemudahan akses layanan keuangan melalui pinjaman online ilegal, tanpa disertai dengan literasi keuangan yang baik membuat kalangan ibu rumah tangga rentan terjerat utang yang disebabkan beban biaya pinjaman yang tinggi dengan masa pinjaman yang singkat. Belum lagi lemahnya perlindungan konsumen membuat perempuan kerap menjadi korban intimidasi, teror, ancaman, dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh penagih utang.

Berdasarkan data bahwa perempuan memiliki literasi keuangan yang relatif lebih rendah yaitu 36,13 dibanding laki-laki sebesar 39,94 persen (SNLIK, 2019). Oleh karena itu upaya literasi keuangan dan perlindungan konsumen perlu terus dilakukan untuk memastikan bahwa akses terhadap layanan keuangan bersifat inklusif.

 

bersambung ke bagian 2- di http://ieki.upi.edu/2021/08/kolaborasi-tim-pkm-pm-upi-bandung-dalam-memberantas-pinjol-ilegal-melalui-program-islamic-financial-literacy-di-kabupaten-ciamis-part-2/